Gerakan Stop Tot Tot Wuk Wuk
- account_circle Dedy Sumirtha
- visibility 74
- comment 0 komentar

1. Apa itu “Stop Tot Tot Wuk Wuk”?
“Stop Tot Tot Wuk Wuk” adalah sebuah gerakan viral yang muncul di Indonesia sebagai bentuk protes publik terhadap penggunaan sirene dan rotator (strobo) oleh kendaraan yang dianggap tidak berhak atau berlebihan. Istilah “tot-tot wuk-wuk” sendiri meniru bunyi sirene/rotator yang sering digunakan untuk meminta jalan di kemacetan, khususnya oleh rombongan pejabat atau kendaraan yang tidak dalam situasi darurat. Lombok Post+2TheStance+2
Gerakan ini kemudian berkembang lewat media sosial, stiker di kendaraan umum, dan liputan berita sebagai simbol ketidakpuasan masyarakat terhadap apa yang dianggap sebagai “hak istimewa” di jalan raya. TheStance
2. Latar Belakang
-
Masyarakat merasa jenuh dan terganggu oleh frekuensi penggunaan sirene/rotator oleh kendaraan non-darurat, yang kerap memotong antrian kemacetan atau mendapat prioritas jalan tanpa alasan darurat yang jelas. Lombok Post+1
-
Ada regulasi yang mengatur penggunaan sirene/rotator di jalan raya. Contohnya, menurut Undang‑Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, hanya kendaraan tertentu yang mendapat hak utama, seperti ambulans, pemadam kebakaran, kendaraan pengawalan negara dalam kondisi sangat mendesak. TheStance+1
-
Gerakan ini muncul sebagai indikasi ketegangan sosial terhadap perlakuan berbeda di jalan raya antara “elit” yang menggunakan akses khusus dan “rakyat biasa” yang terjebak macet dan merasa tidak dihargai. Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi
3. Kronologi & Penyebaran
-
Di media sosial dan berita, banyak unggahan yang menampilkan kendaraan dengan sirene/rotator yang memaksa jalan saat kemacetan, kemudian muncul stiker bertuliskan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” di mobil warga sebagai bentuk protes visual. TheStance+1
-
Media daring juga melaporkan bahwa pihak Korlantas Polri menanggapi gerakan ini dengan menyatakan akan mengevaluasi penggunaan sirene/rotator serta memperjelas aturan penggunaannya secara tegas. TheStance+1
-
Diskusi publik (misalnya forum daring Reddit) memperlihatkan bahwa banyak pengendara merasa terganggu oleh fenomena ini dan menggunakannya sebagai simbol ketidakadilan di jalan raya. Reddit
4. Mengapa Gerakan Ini Viral?
-
Simpel, lucu, tetapi mengena: Kaya akan elemen humor — bunyi “tot tot wuk wuk” – namun menyimpan kritik sosial yang aktual. Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi
-
Isu keseharian yang dirasakan banyak orang: Kemacetan, antrian di jalan, merasa “dipotong” oleh kendaraan yang dianggap lebih istimewa.
-
Visual yang kuat: Stiker, unggahan video, meme media sosial yang mudah dibagikan.
-
Relevansi dengan norma sosial & hukum: Ada regulasi yang dilanggar atau setidaknya dipersepsikan dilanggar — membuat audiens merasa “ini salah saya juga tertimpa”.
-
Momentum sosial-politik: Saat masyarakat makin peka terhadap kesetaraan dan transparansi, termasuk di ruang publik seperti jalan raya.
5. Dampak & Tanggapan
-
Respon resmi: Korlantas Polri menyatakan akan meninjau ulang penggunaan sirene dan rotator untuk kendaraan non-prioritas, sebagai dampak dari tekanan publik lewat gerakan ini. TheStance+1
-
Perubahan perilaku: Ada dorongan untuk lebih selektif penggunaan fasilitas prioritas jalan raya, serta kesadaran bahwa akses jalan adalah ruang publik bersama.
-
Kesadaran regulasi makin meningkat: Banyak orang yang akhirnya mengetahui bahwa hanya kendaraan tertentu yang sah menggunakan sirene/rotator.
-
Tetap ada tantangan: Realitas praktik di lapangan kadang berbeda dengan regulasi; efektivitas perubahan tergantung penegakan yang konsisten.
6. Kesimpulan
Gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” bukan sekadar tren meme atau ungkapan lucu belaka. Ia mencerminkan ketidakpuasan publik terhadap praktik akses istimewa di ruang jalan raya, dan memicu diskusi tentang kesetaraan, hukum, dan etika berlalu-lintas. Dengan memahami akar masalah, regulasi yang berlaku, serta bagaimana masyarakat merespon, kita dapat melihat bahwa isu kecil seperti “sirene berlebih” bisa menjadi pintu masuk untuk perubahan sosial yang lebih besar.
- Penulis: Dedy Sumirtha

Saat ini belum ada komentar